Advertisement

Advertisement

Aliando Menikahi Prilly, Cerbung Romantis Part 4

Mata prilly menelusuri di setiap sudut ruangan. Masih sama, ia tak bisa menemukan Dara sampai saat ini. Apa gadis itu tidak berangkat lagi?.



Prilly pun kembali melangkahkan kakinya, menarik nafasnya panjang dan berhenti di depan kelas Dara yang juga kelas Ali –suaminya–
"Eh, lo liat dara?" Pria itu menggeleng pertanda tak tau. Prilly berdecak sebal, pria itu satu kelas dengan Dara bukan? Kenapa ia bisa tak tau?.
"Dara nggak masuk" Prilly menolehkan kepalanya ketika mendengar sahutan dari arah belakangnya.
Ali.
"Kenapa? Dia sakit?" Ali mengangkat kedua bahunya dan berkata, "mungkin"
Mendengar jawaban yang tak pasti dari Ali membuatnya ikut menaikan kedua bahunya acuh dan berlalu meninggalkan ali.
"Nata?"
Baru beberapa langkah ia meninggalkan ali, namun dengan cepat ia kembali berbalik dan menarik tangan ali untuk segera menjauh dari tempat ini.. Bersamanya.
"Mau ngapain sih?" Alis ali terangkat membentuk sebuah kebingungan disana.
"Ada Nata"
"Lo mau menghindar?" Prilly menganggukkan kepalanya, "kenapa?"
"Gue kan mau belajar cinta sama lo"
Satu detik.
Dua detik.
Hingga pada detik ketiga.
Mata prilly membulat sempurna dengan tangan yang membekap mulutnya. Ia bisa melihat jelas senyuman jahil ali saat ini.
"Jangan ge-er dulu. Gue salah ngomong tadi" Elaknya yang dengan segera memalingkan wajahnya.
"Jadi pengen cepet-cepet pulang" Prilly mengerutkan keningnya menatap ali heran, "mau ngapain emangnya?"
"Ngelakuin yang iya-iya" goda ali dengan mengerlingkan sebelah matanya.
Prilly menganggukkan kepalanya.
Namun sesaat kemudian, "Maksud lo? DASAR ALI SETAN!"
...
Berkunjung ke rumah ibu mertua tak ada bedanya berkunjung ke rumah sendiri. Petakilan, ya prilly sama sekali tak punya rasa malu sedikit pun.
"Bunda.." Prilly berlari dan memeluk mertuanya hangat. Sudah sangat lengket, ia seperti memeluk bundanya sendiri.
"Bunda kangen sama kamu" Ujar sang bunda, "Prilly juga"
"Ali nggak gangguin kamu kan?" Bunda mengalihkan pandangannya sekilas untuk menatap Ali yang sudah merebahkan tubuhnya di sofa.
"Kadang-kadang bun" ujar prilly yang di akhiri dengan kekehan kecil.
Entah kenapa waktu begitu cepat berlalu. Prilly pun menghabiskan waktunya untuk mengobrol bersama ibu mertuanya.
Ia menghela nafasnya panjang dan menghampiri ali yang tengah tertidur pulas di sofa ruang tengah. Senyumnya mengembang dan mencoba membangunkan ali.
"Ali bangun oi" Prilly mengguncang pundak ali dengan sesekali menepuk pipinya pelan.
Ali menggeliat namun masih dengan mata tertutup, "gue masih ngantuk"
"Bangun ah. Ayo pulang" Percuma saja jika prilly menarik tangan Ali untuk segera bangun dari tidurnya.
Tenaganya tak sebanding dengan tenga ali, semakin ia menarik tangan ali semakin ia merasa lelah. Dan sekarang.. Ali tersenyum miring dengan menarik lengan prilly hingga jatuh di dalam dekapannya.
"Ali, lepasin nggak?"
"Ih ali, gue tabok nih"
Seperti tak memperdulikan ucapan prilly, ali semakin mempererat pelukannya. Menepis jarak di antara mereka. Tentu itu tak baik untuk kesehatan jantung prilly.
"Li, lepasin napa. Ayo pulang, ih lo nyebelin sumpah!"
"Astagfirullah– Prilly ali kalian ngapain?"
Teriakan bunda sontak membuat ali melepaskan dekapannya dan bangun dari tidurnya.
"Prilly tuh bun. Udah di bilangin jangan di sini, eh malah maksa"
What the–?
Prilly melemparkan tatapan tajamnya pada ali, "Ngomong apaan sih lo?"
"Tuh kan bun, prilly emang nggak sabaran. Lagian kita kan masih sekolah sayang. Sabar dong" dalam hatinya prilly terus mengumpat tak terima.
"Kalian ini ada-ada aja"
"Kita pulang dulu ya bun"
...
Prilly mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Semilir angin dingin yang menyelinap masuk membuatnya harus bangun sepagi ini. Menyebalkan.
Minggu pagi yang seharusnya untuk ia bermalas-malasan kini pudar sudah. Ia menguap beberapa kali yang kemudian menginjakan kakinya di lantai yang dingin.
“Li, lo dimana?” Teriak prilly ketika sadar jika ali sudah tak ada di kamarnya.
Drrr drrr
Getaran dari ponselnya membuat prilly melangkahkan kakinya malas ke arah meja nakas yang tak jauh dari ranjangnya.
Satu pesan dari Ali.
‘Lo udah bangun? Gue ada di rooftop apartemen’
Sepertinya ali bisa membaca pikirannya.
Prilly menghela nafasnya panjang. Memutuskan menyusul ali dengan baju tidur yang masih melekat di tubuhnya.
“Lo ngapain disini?” Ali menolehkan kepalanya menatap prilly yang sudah berada di sampingnya.
“Ngilangin bosen” Prilly membuka mulutnya terkejut, “Maksud lo? Lo bosen sama gue? Lo mau minta cerai?. Ih ali, gue nggak mau jadi janda muda”
Tak.
Shit!
Prilly meringis kesakitan ketika ali mendaratkan satu jitakan di kepalanya.
“Negatif mulu pikiran lo–” ali memberikan jeda, “– lagian siapa juga yang mau minta cerai?.”
“Ya-ya maaf” Ujar prilly yang di balas anggukan oleh ali.
“Gila, ternyata kalau di lihat dari sini Jakarta kelihatan keren ya Haha” Ali memutar kedua bola matanya jengah, “berisik lo! Jadi cewek yang kalem dikt napa”
“Elah, sensitif amat lo” Cibir Prilly yang tak di gubris ali.
“Li..” Prilly kembali bersuara yang hanya di balas dehaman kecil oleh ali.
“Di sini keren sih, tapi dingin. Masuk yuk li” Ali menghela nafasnya panjang. Menyibakkan selimut yang sempat ia bawa dari kamarnya untuk menyelimuti tubuh prilly (juga).
“Udah angetan?” Prilly hanya menganggukkan kepalanya kikuk.
Hening. Mereka hanya saling diam dengan mata yang tertuju ke arah pemandangan kota.
“Lebih baik kita masuk aja deh li” Ali menolehkan kepalanya menatap bingung ke arah prilly, “kenapa? Masih dingin?”
Prilly menggelengkan kepalanya dengan cepat, “terus?”
“Nggak baik buat kesehatan jantung gue bego. Lo deket banget dah ah” Melihat reaksi ali yang menahan tawanya, dengan cepat prilly beranjak dari duduknya dan kembali masuk meninggalkan ali yang sudah tertawa terbahak-bahak.
“Prill– Prilly” Ali terus berteriak di sela tawanya. Mengikuti prilly dari belakang.
“Tungguin gue woy”
Bug.
Awss.
Sial.
Prilly meringis kesakitan. Kakinya tersandung kaki meja yang membuatnya mencium lantai yang keras dan dingin.
“Bundaaa...” Teriak Prilly dengan sesekali meringis kesakitan.
“Lo ngapain dah prill?” Ali berlari kecil dan membantu prilly untuk berdiri.
“Siapa yang naruh meja di sini?” Geram prilly, “Nenek moyang lo!” Ali menggelengkan kepalanya, menarik tangan prilly lembut untuk duduk di sofa.
“Sakit nih” Jidatnya memerah yang membuat prilly terus meringis kesakitan.
“Ceroboh. Makanya kalau jalan tuh hati-hati” Prilly hanya diam ketika ali terus mengomelinya dengan sesekali mengusap luka lebam di jidatnya.
“Cepet sembuh” Mata prilly terpejam sesaat ketika ali mencium keningnya lembut.
“Jantung lo? Masih sehat kan?” Blush! Prilly tersipu malu yang membuat ali terkekeh geli.
“Ali.. Lo nyebelin”

Tag:

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Advertisement

search
Kontak · Privasi · Tentang
© 2015 Cerbung Romantis. Template oleh Naskah Drama. ke Atas