Advertisement

Advertisement

Cerbung Aliando dan Prilly "Pengawalku Atau Pacarku" Part 1



Di sebuah pegunungan yang letaknya jauh dari pemukiman warga terdapat sebuah bangunan kecil yang hampir semua bangunannya terbuat dari kayu. Di dalam sana terdengar suara pertarungan kecil. Ternyata di dalam salah satu ruangan bangunan tersebut ada 2 orang yang saling bertarung. Salah satu dari mereka terlihat sudah berusia lanjut dan satunya lagi adalah seorang remaja.
"Ayo Ali! Inikah hasil latihanmu selama kau di sini?!" seru orang tua itu sembari menyerang Ali dengan pedang.
"Aku baru saja pemanasan Guru. Tapi, kali ini aku akan menyerang guru dengan sungguh-sungguh!" balas Ali sambil menatap tajam dan tersenyum pada orang yang disebutnya guru itu. Gurunya pun membalasnya dengan senyuman juga.
"Bagus. Jangan sampai kau mengecewakan almarhum ayahmu." seru orang lanjut usia itu lagi.
"Tidak akan" cetus Ali.
Keduanya saling menyerang, menghindar, dan bertahan. Ali melakukan penyerangan dengan kakinya. Namun serangannya langsung dihindar oleh gurunya. Gurunya pun langsung menebaskan pedangnya dan Ali pun langsung melompat ke belakang.
"Sial." gertak Ali.
"Kenapa? Kau tak sanggup melawanku tanpa senjata? Baiklah, sekarang aku perbolehkan kau menggunakan senjata." sahut gurunya.
"Tidak akan. Aku hanya akan menyerang guru dengan tangan kosong." cetus Ali.
"Kalau kau bisa merebut pedang ini dari tanganku maka kau lulus." ucap gurunya.
"Benarkah? Baiklah, dalam 10 menit aku yakin akan bisa merebut pedang itu dari tangan guru."
"Buktikan! Jangan sampai mata pedang ini malah menyentuh lehermu." gumam gurunya langsung melompat ke arah Ali dan menebas pedangnya dengan sangat cepat.
Ali terus saja melompat mundur, menghindar serangan gurunya. Saat dia sudah tersudutkan, gurunya pun langsung menyerangnya dengan lebih bersungguh dari sebelumnya.
"Hyaatttt!!!"
Dan ternyata Ali berhasil menghindarinya. Ia melompat jauh ke belakang gurunya. Mata pedang yang sangat tajam milik gurunya itu malah tertancap pada dinding.
"Sial." kali ini gurunya yang menggertak kesal.
Ali tak mau membuang kesempatan ini. Ia langsung saja berlari secepat kilat dan mengeluarkan ancang-ancang untuk menyerang balik gurunya itu. Ali melakukan serangan pukulan dengan sangat cepat. Namun, gurunya lebih cepat lagi menangkis serangannya.
"Dasar payah." ejek gurunya.
"Aku tidak payah!" seru Ali.
"Gerakanmu masih lambat. Kau harus bisa mengendalikan emosimu untuk mengalahkanku." nasehat gurunya itu.
"Aku tau." kali ini Ali berhenti menyerang dan melompat ke sudut ruangan. Ia lalu berdiri tegap di sana, kemudian ia menghirup udara sedalam-dalamnya, menahannya dalam perut dan membuangnya perlahan. Setelah itu ia menatap lurus pada gurunya yang sedang berdiri jauh di depannya.
Ali mulai melakukan penyerangan lagi. Gurunya pun langsung memasang kuda-kuda. Ali melakukan serangan pukulan bertubi-tubi. Sang guru pun terus menahannya dengan kedua lengannya. Sampai akhirnya orang tua itu terdesak dan kemudian terkena pukulan keras Ali di atas perutnya.
"Aghh!" gurunya terdorong ke belakang dan mengakibatkan rasa nyeri di perutnya.
Melihat gurunya sedang lengah, Ali langsung berlari menuju pedang gurunya yang masih menancap di dinding. Gurunya pun tak ambil diam. Ia kembali bangkit dan mulai menyerang Ali lagi.
Saat Ali berusaha melepaskan tancapan pedang gurunya, gurunya pun sudah menyerangnya lagi. Apa boleh buat, ia harus melengahkan gurunya dulu.
Kini keduanya saling menyerang. Tetapi, saat ini ternyata Ali lebih unggul. Gurunya semakin terdesak karena terkena serangan Ali terus.
"Baiklah, akan kutunjukkan jurus baruku!" seru Ali.
"Apa? Jurus baru katamu?" mata gurunya langsung membulat.
Gurunya pun menyerangnya dengan ayunan pukulan ke perut Ali. Namun, Ali langsung menangkisnya, kemudian memegang pergelangan tangan gurunya dan ia pun langsung membanting gurunya itu.
Dagh!
Ali langsung mengunci gurunya sampai lemas dan tak bisa bangun lagi. Ali tersenyum dan melepaskan kunciannya. Ali pun langsung berlari untuk mengambil pedang gurunya lagi yang masih tertancap di dinding.
"Yeahh aku lulus!" sorak Ali gembira sambil mengacungkan pedang yang ia dapat ke udara.
Gurunya pun bangkit dan membersihkan debu dari jubah kebesarannya. Ia lalu mendongak, menatap muridnya itu dengan bangga.
"Yaa kau sekarang ini sudah berubah. Kau berkembang dengan sangat pesat. Kau yang sekarang tidak payah lagi seperti dulu." gumam gurunya Ali.
Ali menoleh pada gurunya dan menghampirinya sambil membawa pedang. "Ini guru." Ali mengulurkan pedang di tangannya pada gurunya itu.
"Tidak. Sekarang pedang itu adalah milikmu." sahut gurunya dengan senyuman khas.
"Benarkah?" Ali terlihat tak percaya.
"Ya. Anggap saja itu adalah tanda kau lulus dari perguruan bela diri di sini." sahut gurunya lagi.
Mata Ali berkaca, dan kemudian menunduk hormat. "Terimakasih guru atas semua bimbingannya. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu setelah ku pergi dari sini." ucap Ali.
"Ahh ya, kau harus menemukan sesuatu di luar sana yang membuat ilmu yang kau dapat dari sini menjadi bermanfaat." nasihat gurunya itu.
"Ya, pasti guru. Aku tidak akan menyalah gunakan bela diri ini. aku akan melindungi dan rela berkorban untuk orang yang lemah dan yang aku sayangi sama seperti yang dilakukan almarhum ayahku dulu." cetus Ali bersungguh-sungguh hati.
"Ya. Tapi kau jangan sampai bernasib akhir seperti almarhum ayahmu. Aku merasa kasihan pada ibumu karena harus ditinggal lebih cepat oleh ayahmu. Jangan sampai kau malah ikut menyusul ayahmu ya. Masa depanmu masih panjang."
"Tenang saja itu tidak akan pernah terjadi. Dan sekarang ibuku lebih baik dari sebelumnya. Beliau sudah menerima apa yang sudah terjadi."
"Baiklah. Sekarang kau akan langsung pergi ke kota?" tanya gurunya kemudian.
"Ya. Aku ingin merantau ke sana dan menemukan sesuatu yang guru katakan sebelumnya tadi." sahut Ali.
"Aku harap kau kembali ke sini lagi dengan membawa istri dan anak." celetuk gurunya itu.
"Ahh haha guru aku ini masih remaja." sahut Ali terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Ya kalau kau beruntung kau bisa saja langsung mendapatkan perempuan. Kau kan tampan."
"Tidak. Aku bukan type orang yang seperti itu guru."
"Tapi kalau takdirmu malah membuatmu langsung jatuh cinta pada seorang perempuan bagaimana?" goda gurunya.
"Tentu aku tidak akan menolaknya." sahut Ali.
"Haha kau naif sekali Ali. Sama seperti almarhum ayahmu dulu." ucap gurunya sambil tertawa.
"Memangnya aku ini mirip ayah ya?"
"Ya tentu saja. Kau kan anaknya haha. Oh ya Ali, aku sudah mendaftarkanmu sekolah di pusat kota." kata gurunya.
"Apa? Kenapa guru tidak bertanya aku dulu kalau aku mau sekolah atau tidak? Terus memangnya guru punya uang?" tanya Ali begitu kaget.
"Kau itu cerdas. Sayang kalau kau tak melanjutkan sekolahmu. Dan urusan biaya tidak masalah karena kau mendapatkan beasiswa." sahut gurunya.
"Guru tapi ..."
"Sudahlah cepat berbenah barang-barangmu dan pergi dari sini." seru gurunya.
"Guru. Kau mengusirku?" Ali nampak tak percaya.
"Kau dramatis sekali ya. Apakah kau lupa akan tugasmu huh?!" bentak gurunya membuat Ali kaget dan bergidik.
"Eh iya-iyaa, aku akan berangkat sekarang....!" sahut Ali yang sebelum akhirnya lari terbirit ke kamarnya untuk membenah barang-barangnya.
***
Di sebuah kota besar, yang merupakan ibu kota dari Indonesia, terdapat sekolah bertaraf internasional. Sekolah itu kebanyakan diisi oleh siswa-siswi dari kalangan atas. Orang tua mereka rata-rata adalah orang sukses. Namun, di antara mereka ada seorang anak perempuan yang memiliki pangkat paling tinggi dari anak lainnya. Dia adalah pewaris harta dari seorang salah satu pemilik perusahaan paling besar di Indonesia. Nama anak itu adalah Prilly Latuconsina.
Prilly adalah gadis yang cantik dan dididik sangat baik oleh kedua orang tuanya. Dari kecil dia sudah belajar investasi, ekonomi ataupun belajar ilmu lainnya untuk bekal dia saat mengambil alih perusahaan orang tuanya. Walaupun dia anak dari kalangan atas tapi dia itu penyendiri. Teman-teman sekolahnya tidak berani berteman dengan Prilly. Atau mereka merasa risih jika mereka berteman dengannya. Karena Prilly selalu dikawal ketat oleh 2 pengawalnya. Itu membuat mereka menjauhi Prilly karena tidak mau berurusan dengan pengawal-pengawalnya.
Penyebab Prilly selalu dikawal banyak pengawal karena banyak sekali mafia legal maupun ilegal yang mengincarnya. Kakeknya yang merupakan kepala utama dari perusahaan memutuskan agar Prilly selalu dikawal kemana pun ia pergi. Itu membuat Prilly merasa terkekang. Ia jadi tak bisa melakukan sesuatu seperti anak normal seusianya. Padahal ia ingin sekali mempunyai seorang teman bahkan sahabat. Dan juga ia ingin merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya seperti seorang remaja lainnya.
"Nona muda, setelah pulang sekolah, kita harus segera berangkat ke Singapore untuk datang ke pertemuan pewaris pengusaha properti se-Asia." lapor pengawalnya pada Prilly. Keduanya sedang berada di Limosin yang tengah melaju menuju sekolah Prilly.
"Ya aku tau." jawab Prilly singkat tanpa mengalihkan pandangannya ke jalanan kota.
"Tapi nona muda punya 10 menit untuk melakukan sesuatu yang nona muda inginkan." lapor pengawal itu lagi.
Prilly hanya menghela napas dan bergumam, "Iya."
Matanya sayu dan wajahnya murung. Ia kembali mendongak ke depan saat limosin yang dinaikinya tiba-tiba berhenti.
Tin-tinnnn!!!
Bunyi klakson limosin berbunyi nyaring.
"Ada apa?" tanya Prilly pada supirnya.
"Maaf nona muda. ada anak sint*ng berdiri di depan menghalangi pintu gerbang." celetuk sopirnya sambil menunjuk seseorang yang dia maksud tadi.
"Apa?" Prilly langsung membuka jendela limosinnya dan menengok kepalanya keluar.
Ia mendapati seorang anak lelaki yang berseragam sama sepertinya. Lelaki itu terus berdiri di sana sambil memandang gedung sekolah yang sangat megah dan modern. Prilly menautkan alisnya saat melihat lelaki itu menengadah kepalanya dan membentangkan tangannya sambil berteriak keras.
"Anak aneh." cibir Prilly yang sebelum akhirnya keluar dari limosin dab menghampiri lelaki itu.
"Hey nona muda, Anda mau ke mana?!" seru pengawalnya yang masih duduk di dalam limosin.
***
Ali kini sudah tinggal di ibu kota. Dan hari ini adalah hari pertama ia pergi ke sekolah barunya. Ia berjalan kaki menuju sekolahnya. Saat dia sampai di sekolahnya, dia langsung berdiri mematung di depan gerbang sekolah. Ia memandanv gedung sekolah dengan takjub.
"Wahh ini sekolah atau apa? Bangunannya besar sekali. Kenapa guru bisa ya menemukan sekolah sebagus ini untukku?" Ali terus bertanya-tanya.
"Di sini benar-benar beda dengan di desa. Pantas saja almarhum ayah jarang pulang ke rumah, ternyata dia lebih tertarik untuk tinggal di sini. Tapi, aku bersyukur karena masa kecilku tidak tinggal di sini. Karena aku tidak mau jadi anak yang lupa diri. Pergaulan anak kota kan sudah di luar batas. Ahh semoga saja aku betah tinggal di sini." Ali terus berceloteh tanpa menyadari ada sebuah kendaraan di belakangnya yang terus mengklakson dirinya.
"Aku harus merasakan udara di sini agar aku bisa terbiasa berada di sini." gumam Ali.
Ali memejamkan matanya perlahan lalu menghirup udara sedalam-dalamnya sambil membentangkan kedua lengannya. Lalu kemudian ia menghembuskannya perlahan. Ia terus melakukan itu berulang kali.
PLAKK!!
tiba-tiba ada yang menampar pipinya.
"Dasar orang aneh. Menyingkir dari sini! Memangnya ini jalan nenek moyangmu apa?" bentak seorang gadis berbadan mungil dan berwajah cantik. Ali hanya melongo, manatap gadis itu.
Gadis yang membentaknya tadi pun kembali ke limosin yang berada di belakangnya. Namun, saat gadis itu membuka pintunya, ia kembali melirik Ali lagi.
"Apa kamu masih tidak bisa dengar huh? Menyingkirlah dari sana! Atau apakah kamu mau ditabrak?!" bentak gadis itu lagu.
Ali pun langsung sadar dengan apa yang terjadi. Ia pun langsung berjalan munggir untuk mempersilahkan limosin itu masuk ke halaman depan sekolah.
Ali melirik tajam terus ke limosin itu. Namun sebenarnya dia sedang mendelik tajam pada gadis tadi. Ia melihat gadis itu duduk sambil menatap ke depan dengan wajah yang sangat jutek sekali.
"Hhhh apakah semua gadis kota segalak seperti dia? Ya Tuhan, Jangan sampai aku mendapatkan istri seperti dia." celoteh Ali yang tiba-tiba langsung terobsesi dengan perkataan gurunya tempo dulu.
***
Prilly berjalan menelusuri koridor kelas 12. Dan tentu saja masih dikawal oleh 2 pengawal setianya. Semua orang menyingkir saat mereka lewat. Anak-anak merasa hormat padanya, merasa kagum padanya. Namun ada juga yang merasa iri dan benci pada Prilly. Khususnya kaum hawa, mereka merasa tersaingi olehnya.
"Baiklah, Pak Jim dan Pak Ray boleh pergi." suruh Prilly saat mereka tiba di depan kelasnya.
"Tidak nona muda. Kami harus tetap mengawal nona muda kalau tidak kami akan dipecat oleh tuan besar." balas Pak Jim.
"Oh ayolah untuk hari ini saja kalian tidak mengawalku. Walaupun kalian tidak mengawalku, aku akan bilang pada kakek kalau kalian hari ini sudah mengawalku dengan baik. Kumohon..." pinta Prilly sangat berharap bahwa pengawalnya akan pulang.
"Maaf nona muda, kami tidak bisa. Ini sudah kewajiban tugas kami untuk mengawal nona muda. Jadi, kami harus tetap menjalankannya." kali ini pak Ray yang menjawab.
"Kumohon hari ini saja. Kalian boleh libur. Apakah kalian tidak jenuh terus menjagaku? Apakah tidak bosan mengikutiku terus?" tanya Prilly terus berusaha membujuk dua pengawalnya.
"Tidak." dua pengawal itu langsung menjawabnya dengan kompak.
Prilly mulai mendengus kesal. Ia benar-benar frustasi.
"Baiklah kalau itu yang kalian mau, aku akan mengadu pada kakek kalau kalian bekerja tidak becus." ancam Prilly akhirnya.
"Jangan nona muda. Nanti kami bisa dipecat."
"Memangnya aku peduli? Kalian saja tidak peduli dengan kebebasanku. Huh!" Seru Prilly sambil memalingkan muka dan menyilangkan tangannya di atas perutnya.
Kedua pengawalnya pun saling berpandangan dengan kebingungan. Mereka lalu berbisik-bisik sesuatu.
"Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? Kalau kita menuruti kemauan dia, aku takut terjadi sesuatu padanya. Nanti kita langsung dipecat lagi sama tuan besar." bisik pak Ray pada pak Jim.
"Ya aku tau. Tapi kalau kita tidak menurutinya pun dia akan menuduh kita tidak bekerja dengan becus. Ah, dasar anak itu benar-benar menyusahkan kita saja." balas pak Jim.
"Tapi aku jadi merasa kasihan padanya Jim. Karena menurutku dia merasa terkekang dengan peraturan yang mengikatnya. Kau tau kan dia jadi anak yang penyendiri."
"Ya dari dulu juga dia sudah jadi penyendiri. Aku sudah menjadi pengawalnya selama 10 tahun. Aku rasa dia kesepian dan ingin menjadi remaja normal seperti lainnya."
"Jadi bagaimana? Kita akan menuruti perkataannya? Tanya pak Ray.
"Ya. Selama itu membuatnya bahagia, kita akan melakukannya. Tapi bukan berarti kita libur hari ini." ucap pak Jim.
"Maksudmu?"
"Hey, dari tadi kalian bisikin apa sih? Jadi bagaimana kalian setuju kan libur hari ini?" tanya Prilly tiba-tiba.
Pak Jim dan pak Ray kembali berpandangan dan kemudian memalingkan mukanya pada Prilly.
"Ya baiklah. Tapi, nona muda harus segera menelpon kami jika nona muda dalam bahaya." sahut pak Jim.
"Ya tentu saja, aku akan lakukan itu." jawab Prilly.
"Baik. Kami pergi dulu nona muda." pamit pak Jim dan pak Ray.
"Ya silahkan."
Saat keduanya sudah pergi, Prilly menyunggingkan senyuman di bibirnya.
"Ya silahkan pergi yang jauh. Karena aku sekarang..."
"BEBAAASS!!!" seru Prilly dan sebelum akhirnya ia masuk ke dalam kelasnya.

Cerbung Aliando dan Prilly Terbaru

Seorang pak guru berjalan ke kelas yang sekarang ia ajar. Dia berjalan bersama seorang anak baru. Anak baru itu tak lain adalah Ali. Ia terus menyapu seisi koridor dan lorong kelas sambil terus berjalan mengikuti pak guru itu.
Keduanya sudah masuk ke kelas. Ali melirik setiap orang yang seusianya yang tengah duduk manis di bangku mereka masing-masing. Lalu tiba-tiba bola matanya tertuju pada seorang gadis yang duduk di samping jendela. Gadis itu tengah menatap keluar jendela tanpa menyadari kedatangannya maupun pak guru.
"Dia. Kenapa aku harus sekelas dengan si galak ini?" gumam Ali bertanya dalam hati.
"Baik semuanya, kali ini kalian mendapatkan teman baru." seru pak guru membuat Prilly menoleh ke depan.
Mata Prilly membulat lebar saat melihat Ali lagi. "Dia?" kedua mata Prilly dan Ali saling bertemu. "Oh bagus, sekarang aku harus sekelas dengan si aneh ini." batin Prilly menatap sinis pada Ali. Ali pun tak kalah menatap sinis Prilly.
***
Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Di kelas 12 IPA 2 hanya tertinggal Prilly dan Ali saja. Prilly tak menyadari keberadaan Ali karena dia sibuk membaca buku. Sedangkan Ali sibuk menuliskan sesuatu.
Setelah Ali selesai dengan tulisannya, ia pun mulai keluar dari bangkunya dan berjalan ke bangku Prilly. "Hey kenapa kamu menamparku?!" seru Ali sambil bertanya.
Prilly mendongak menatap Ali yang tengah berdiri di sampingnya itu. Ia menatapnya dengan tajam. "Karena kamu tuli. Aku sudah memanggilmu berkali-kali, bahkan limosinku terus saja mengklaksonimu, tapi tetap saja kamu tidak mau menyingkir dari gerbang sekolah. Apa kamu cari mati ya?" sungut Prilly.
"Kamu jangan berbicara sembarangan. Tadi itu kan aku hanya ingin menikmati udara di sini. Makanya aku tidak sadar kehadiranmu." sahut Ali.
"Apa? Dasar norak. Kamu benar-benar cowok yang aneh." cibir Prilly.
"Dan kamu adalah cewek yang galak. Kenapa kamu tidak pergi ke kantin? Oh apa karena semua orang takut padamu karena kamu cewek yang galak?" Ali tak mau kalah.
"Dasar kamu ini. Urusi saja urusanmu! Kamu berani mengataiku, tapi kamu sendiri tidak pergi ke kantin karena semua orang takut padamu si cowok aneh!!" seru Prilly sangat marah yang sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ali sendirian di kelas.
Setelah Prilly pergi, Ali tetap melongo dan masih berdiri mematung di sana. "Benar kan dia itu cewek yang galak." gumam Ali.
***
Prilly berjalan dengan perasaan masih kesal pada murid baru tadi. Kata-katanya tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. "Memangnya aku cewek yang galak seperti yang dia bilang apa? Kenapa sih semua orang selalu sembarangan menyimpulkan tentangku? Mereka itu tidak tau apa-apa. Tapi kenapa mereka berani menyimpulkan tanpa fakta, tanpa mengetahui perasaanku yang sebenarnya?!" gerutu Prilly sangat kesal. Ia berjalan menuju kantin. Ia ingin buktikan pada murid baru tadi bahwa yang dikatakannya di kelas tadi salah. Toh, dua pengawalnya sudah tidak ada, jadi orang-orang di sekolahnya tidak bakal risih lagi berbaur dengannya.
Prilly sudah sampai di kantin. Ia menyapu seisi ruangan yang sangat riuh itu dengan tersenyum bahagia karena kali ini ia akan membeli makanan ataupun minuman seperti anak normal.
Setelah membeli sedikit makanan walaupun tadi mengalami kesulitan karena harus berdesak-desakkan dengan anak lainnya, ia pun akhirnya mencari tempat untuk memakan jajanannya. Ia terlonjak senang saat mendapati teman-teman sekelasnya sedang duduk berkumpul di sebuah meja kantin. Prilly memutuskan untuk makan bersama mereka.
"Hey lihat si tuan putri akan kemari." bisik salah satu dari mereka. Semuanya pun menoleh pada Prilly dan menatap agak sinis pada Prilly.
"Hai teman-teman, bolehkah aku duduk di sini?" tanya Prilly sangat ramah.
"Di mana kedua pengawalmu?" tanya seorang cewek yang paling tajir dari mereka.
"Tenang saja, mereka sudah kusuruh pulang. Karena aku ingin sekali hidup normal seperti kalian." sahut Prilly dengan senyumnya yang paling manis.
"Benarkah? Hmmm.." cewek itu nampak sedak berpikir.
"Baiklah." jawab cewek itu kemudian.
"Ahh terimakasih banyak, aku akan .... Kyaaaaa!!!" Prilly menjerit saat cewek bernama Roxelia (huahaha muncul lagi ni cewek rexona) itu membanjur minumannya pada baju seragam Prilly.
"Wow..."
"Uuhhh kamu memang berani sekali Roxel."
"Kamu hebat. Kamu memang pantas menjadi ketua kami."
"Haha lihatlah sekarang si tuan putri terlihat sangat payah sekali ya."
Semua teman Roxellia malah memujinya dan bahkan tetap mencibir Prilly.
"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tanya Prilly seperti hampir menangis.
"Karena dari dulu aku ingin melakukan itu padamu." sahut Roxellia sambil tersenyum evil pada Prilly.
"Tapi kenapa? Aku kan tidak melakukan sesuatu yang buruk padamu?"
"Ya benar. Tapi kamu membuat aku muak. Karena kamu selalu bersikap seolah kamu itu seorang putri." cetus Roxellia.
"Apa? Aku tidak merasa begitu." kali ini Prilly tidak bisa menahan air yang ingin keluar dari mata hazelnya lagi.
"Kamu itu sombong, kamu itu so berkuasa, kamu itu so jual harga tinggi, kamu itu manja sekali. Jadi kami semua tidak mau berteman dengan kamu!" seru Roxellia membuat hati Prilly jadi sangat perih.
Prilly menunduk sedih dan akhirnya menangis. "Kenapa... Kenapa semuanya selalu menyimpulkan sesuatu tentangku dengan sembarangan!" pekik Prilly yang sebelum akhirnya pergi berlari meninggalkan mereka dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
***
Perut Ali sudah keroncongan. Kemudian ia memutuskan untuk pergi ke kantin. Setelah ia sampai, ia memandang seisi kantin dengan takjub. "Wahh banyak sekali makanan yang dijual di sini. Semoga saja harganya tidak mahal-mahal." gumam Ali.
"Kyaaaa!!!"
Ali menoleh kaget saat mendengar suara pekikan perempuan. "Hum si cewek galak? Ada apa dengannya?Kenapa dia menjerit seperti itu?" Ali bertanya-tanya.
Semua orang kini matanya jadi tertuju pada Prilly dan beberapa cewek yang tengah berkumpul di sebuah meja. Ali pun jadi penasaran dan akhirnya mendekati tempat mereka.
"Permisi-permisi."
Kini Ali tengah menonton peraduan mulut antara Prilly dan seorang cewek yang ia kenal teman sekelasnya juga.
"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tanya Prilly seperti hampir menangis.
"Karena dari dulu aku ingin melakukan itu padamu." sahut Roxellia sambil tersenyum evil pada Prilly.
"Tapi kenapa? Aku kan tidak melakukan sesuatu yang buruk padamu?"
"Ya benar. Tapi kamu membuat aku muak. Karena kamu selalu bersikap seolah kamu itu seorang putri." cetus Roxellia.
"Apa? Aku tidak merasa begitu." kali ini Prilly tidak bisa menahan air yang ingin keluar dari mata hazelnya lagi.
"Kamu itu sombong, kamu itu so berkuasa, kamu itu so jual harga tinggi, kamu itu manja sekali. Jadi kami semua tidak mau berteman dengan kamu!" seru Roxellia membuat hati Prilly jadi sangat perih.
Prilly menunduk sedih dan akhirnya menangis. "Kenapa... Kenapa semuanya selalu menyimpulkan sesuatu tentangku dengan sembarangan!" pekik Prilly yang sebelum akhirnya pergi berlari meninggalkan mereka dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
Ali menyaksikan kepergian Prilly. Entah kenapa ia jadi merasa tidak tega melihat Prilly menangis. Saat melihat Prilly menangis ia seperti melihat ibunya sedang menangis.
"Kenapa bayangan ibu tiba-tiba muncul?" gumam Ali penuh tanya. Ia pun segera menyusul gadis yang menyebutnya aneh itu dengan perasaan khawatir dan bersalah.
***
Aliando sudah sampai di atap gedung sekolah. Ia melihat Prilly berlari ke sini. "Di mana dia? Kenapa sekarang dia menghilang?" tanya Ali pada dirinya sendiri.
"Hei cewek galak, kamj di mana?" teriak Ali sambil berjalan memutari atap sekolah.
"Ahh jangan-jangan....???!" Ali malah berpikiran Prilly akan melompat ke bawah.
Ia langsung melihat ke bawah sambil mengelilingi atap gedung sekolahnya.
"Hey cewek galak di mana kamu!!??" Ali terus berteriak sampai akhirnya ia mendengar suara tangisan. Ali menoleh dan mencari sumber suara.
Ali pun menemukan Prilly sedang berdiri di pinggir atap sekolah sambil tetap menangis.
"Hey, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Ali sambil menghampiri Prilly.
"Setelah kamu memanggilku cewek galak, kurasa tidak!" seru Prilly tanpa memutar badannya.
"Maafkan aku. Aku mengaku salah." ucap Ali.
"Semua sama saja. Selalu menilaiku dari luar. Mereka tidak tau keadaanku yang sebenarnya." Prilly terus mengoceh dan semakin terisak.
"Hey.." Ali berusaha berbicara baik pada Prilly.
Tiba-tiba Prilly memutar badannya menghadap Ali. Ia menatapnya sangat geram.
"Kamu juga sama saja seperti mereka! Sekarang kamu mau apa ikut ke sini? Kamu mau membanjuriku dengan air seperti dia?! Dan mengatai-ngataiku seenaknya huh?!!" seru Prilly yang akhirnya malah menangis tersedu-sedu.
Ali semakin tidak tahan melihatnya menangis begitu.
"Apa yang kamu lakukan?!" pekik Prilly saat Ali tiba-tiba memeluknya.
"Lepaskan aku. Kenapa kamu tiba-tiba memelukku?!"
"Diamlah dan tenanglah. Jujur saja aku tidak tahan melihat seorang perempuan menangis. Dan biasanya aku akan menenangkannya dengan memeluknya seperti ini." ucap Ali masih tetap mendekap tubuh Prilly.
"Apa?"
"Aku selalu memeluk ibuku saat beliau sedang menangis. Aku biarkan ibuku menumpahkan segala kesedihannya di dekapanku. Dan dengan sendirinya ia akan menjadi tenang kembali. Dan sekarang aku akan lakukan itu padamu agar kamu tidak sedih lagi." ucap Ali. Ucapannya tadi membuat hati Prilly menjadi luluh.
"Terimakasih." gumam Prilly sangat pelan sehingga tidak terdengar oleh Ali. Ia tersenyum haru dan merasa senang.

Bersambung...

Cerbung Aliando dan Prilly "Pengawalku Atau Pacarku" All Part >TAMAT<

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Advertisement

search
Kontak · Privasi · Tentang
© 2015 Cerbung Romantis. Template oleh Naskah Drama. ke Atas