dengan memanfaatkan keadaan yang merenggang, Zidan dan Aliando beranjak pergi dari halaman samping rumah itu seraya membawa Prilly. Melihat tawanannya dibawa kabur oleh dua orang yang tak diketahuinya, penjaga yang sempat berbincang dengan Zidan itu berusaha mengejar Zidan dan Aliando. Namun sayang, sepertinya penjaga itu kalah cepat dengan Aliando dan Zidan yang langsung tancap gas membawa Prilly pergi jauh dari bangunan itu.
*****
“Kakak?? Kok lo jadi ada dua gini sihh?? Terus Prilly kenapa bisa pinsan? Kak Ali yang beneran yang mana sih? Please deh, jangan bikin gue bingung!” Cerca Gritte yang dilanda panik melihat Aliando dan Zidan berlarian seraya membopong Prilly yang tak sadarkan diri. Terlebih lagi, kini ia melihat sosok Aliando yang lebih dari satu. Rasanya semakin pusing saja pikirannya itu.
“Udah ya Gritte, lo gausah banyak tanya dulu. Kita harus keluar dulu dari sini, orang-orang itu pasti akan kejar kemanapun kita pergi.” Ujar Aliando yang terduduk di jok belakang seraya memapah kepala Prilly di pahanya. Sementara, Zidanlah yang mengemudikan mobil Aliando.
“Ya, ya tapi sebenarnya kalian itu siapa?? Gue ga ngerti kak! Kenapa lo berdua jadi mendadak kembar kaya gini sih?” Seru Gritte masih ditengah kepanikannya.
“Iya kita kembar! Dan stop buat terus tanya-tanya tentang kita. Kita bakal jelasin semuanya kok, tapi ga sekarang!” Sahut Zidan yang sedikit jengkel pada Gritte.
“Ya.. Tapi???”
“Gritte!” Tegur Aliando dari jok belakang.
Gritte-pun lantas terdiam, menghentikan rasa penasarannya meskipun dirinya benar-benar belum mengerti. Jika memang Aliando memiliki saudara kembar, mengapa dari seluruh pihak kampus tidak memberitahukan apapun mengenai jati diri ketua senat mereka? Hah, entahlah. Ini semua benar-benar membuat Gritte frustasi.
“Dan, kayanya mereka ga ikutin kita sampai sini deh?” Seru Aliando setelah merasa yakin tak ada apapun yang mengikuti mobil mereka.
“Lo serius? Kalau tiba-tiba mereka nongol itu bisa bahaya, Li!” Sahut Zidan merasa belum yakin.
“Serius, Dan! Sekarang kita mulai aman.” Seru Aliando kembali meyakinkan.
“Okey, kalau gitu lebih baik kita pulang dulu sementara, setidaknya sampai Prilly sadar.” Seru Zidan.
“Jangan!” Tolak Gritte sambil meringis.
“Kenapa?” Tanya Aliando mengernyitkan dahinya.
“Ya intinya jangan! Pamali tau, belum muhrim, masa mau dibawa kerumah cowok sih? Apalagi sekarang dia lagi ga sadar? Pokoknya, Prilly harus dibawa pulang ke rumahnya!” Pinta Gritte tetap keukeuh pada pendiriannya.
“Iya iya, okey! Kita kerumahnya dia.” Ujar Zidan tak ingin ambil pusing. Lelaki berkaca mata itupun lantas mengemudikan mobilnya menuju rumah Prilly.
*******
“BODOH! Lo semua bego! Buat jaga satu cewek lemah aja lo ga bisa? Terus gue bayar lo semua itu untuk apa?? Hah? Rugi besar gue!” Marah Halik setelah meninju wajah salah satu orang bayarannya hingga terhempas jatuh dan terlihat memar.
“Maafkan kami tuan, kami telah ceroboh hingga membuat mereka berhasil membawa kabur gadis itu. Kami berjanji, akan mencari mereka hingga dapat.” Seru seorang bayaran lainnya masih menundukkan kepala.
“Cari sekarang juga, dan bawa mereka kemari!” Perintah Halik kemudian tanpa ingin menerima kegagalan.
Sontak, seluruh orang bayaran Halik itupun beranjak meninggalkan tuan mereka untuk segera melaksanakan tugas.
********
“Stop kak. Berhenti disini aja,” Seru Gritte setelah sampai di depan halaman rumah Prilly.
“Kak, tolong gendong Prillynya ya? Aku mau cari kunci rumahnya dulu. Biasanya sih, dia suka simpan di bawah pot bunga situ, tolong kak.” Imbuh Gritte sebelum ia menuruni mobil itu untuk mencari kunci rumah Prilly.
“Lo yakin ga butuh bantuan gue, Li?” Seloroh Zidan masih duduk di balik kemudinya.
“Ga usah! Gue juga bisa sendiri, kok! Nanti lo jadi keenakkan, kalau ikut bantu gue! Jangan lupa noh, lusa jadwal lo buat nyekar ke makamnya Sisi.” Tolak Aliando masih berusaha mencoba membopong Prilly yang tidak ringan itu.
“Ga perlu lo ingetin juga gue udah inget. Dengan liat wajah Prilly, gue ga akan lupa tentang Sisi. Lo bisa liatkan, semirip apa Prilly dengan mendiang Sisi?” Sahut Zidan begitu santainya.
“Jangan coba-coba lo samain Prilly sama cewek lo itu, ya? Sisi dan Prilly, itu jelas-jelas berbeda! Gausah macem-macem deh, lo sendirikan yang bilang sama gue, kalau lo akan selalu sayang, cinta dan menyimpan Sisi dihati lo?” Cerca Aliando yang seolah tak terima dengan seruan Zidan.
“Karena semua itulah, sekarang gue lebih perduli dengan Prilly. Di diri Prilly, ada Sisi gue yang selama ini pergi, dan lo ga ngerti sama apa yang gue rasain!” Ujar Zidan membuat Aliando seperti tidak terima.
“Kak, ayo bawa Prilly ke kamarnya. Udah ketemu nih kuncinya!” Seru Gritte mendadak nongol dari jendela.
Zidan langsung keluar dari dalam mobil, sementara itu Aliando masih harus berusaha keras agar tubuh Prilly bisa dibawanya.
~
“Disini kak, awas pelan-pelan!” Seru Gritte memberikan arahan pada Aliando untuk meniduri tubuh Prilly diatas kasur itu.
“Thanks ya kak? Ah iya, kalian itu saudara kembar ya? Gue ga nemuin perbedaan diantara kalian kak. Terus yang kak Ali yang mana? Kembarannya kak Ali siapa namanya kak? Kok, kayanya orang-orang kampus ga ada pembicaraan mengenai ketua senat kita itu punya saudara kembar ya?” Seru Gritte kemudian mencerca Zidan dan Aliando dengan berbagai pertanyaan.
“Ya, Grit, gue sama Ali itu saudara kembar. Nama gue Zidan, mata gue minus, makanya gue selalu pakai kacamata. Lo bisa jadiin itu sebagai perbedaan antara gue dan Ali.” Sahut Zidan menjelaskan.
“Oh, gitu ya kak? Pantesan aja, selama ini Prilly suka bilang dia ngerasa aneh sama perubahan sikap kak Ali, yang kadang-kadang nyebelin dan jutek, bisa mendadak baik dan perhatian. Jadi, itu sebabnya?? Okey, aku ngerti sekarang!” Seru Gritte mulai memahami kedua orang itu.
“Gritte, gue cabut ya? Ada urusan lain yang udah nunggu gue. Semoga, Prilly lekas pulih. Sebagai sahabatnya, lo harus jaga dia ya Grit?” Seru Zidan membuat kuping Aliando memanas.
“Siap kak!”
“Lo mau pergi aja banyak omong sih? Gausah sok perhatian gitu deh? Ada gue kali disini? Gue juga bisa jagain dia! Lo kalau mau pergi, pergi aja! Gritte, udah sore, dari tadi lo udah bantu gue buat cari keberadaan Prilly, lo pasti capek banget? Lo pulang aja, biar gue yang jagain Prilly!” Sambit Aliando masih terus merasa tak terima dengan saudara kembarnya. Dalam hati, Zidan terkikik kecil, ia merasa bahwa Aliando sepertinya sudah mulai merasa serius dengan wanita. Namun, tetap saja Zidan tidak memungkiri keraguannya terhadap Ali, bila adik kembarnya itu hanya menjadikan Prilly sebagai permainan hatinya semata seperti gadis-gadis sebelumnya. Inilah yang sebetulnya dikhawatirkan oleh Zidan, ketakutan Zidan hanyalah takut Prilly dipermainkan oleh adik kembarnya, Aliando.
“Gritt, kalau bisa lo jangan tinggalin Prilly sendirian sama seorang laki-laki. Itu ga baik, terlalu banyak resiko untuk Prilly. Masalah istirahat, lo bisa istirahat disini-kan? Tanpa harus pulang tinggalin Prilly sendirian sama Ali?” Seloroh Zidan sebelum akhirnya ia berlalu pergi dari kamar Prilly.
“I.. Iya kak!” Sambut Gritte, seraya memperhatikan kepergian Zidan.
“Bilang aja kalau lo ga rela gue yang jaga Prilly disini, sementara lo harus cabut!” Dumel Aliando semakin merasa jengkel.
Sementara Gritte, seolah kata-kata Zidan telah membius pikirannya, gadis itu menatap Aliando dengan tatapan gusar yang menyudut.
“Kenapa lo liat-liat gue kaya gitu? Lo ga percaya sama gue?” Tanya Aliando merasa tersudut.
“Eng.. Engga kak. Gue cuma lagi mikir aja, emang ada benernya juga sih apa yang dibilang kak Zidan. Ga baik ninggalin seorang perempuan dan laki-laki dalam satu ruangan tanpa ada orang lain diantara mereka. Gue ga jadi pulang deh kak, kalau terjadi apa-apa sama Prilly-kan gue ada disini, jadi gue tau. Seengganya gue bisa cegah hal-hal yang tidak di inginkan. Biasanyakan, kejahatan itu ga selalu dengan niat kak? Ketika suatu kesempatan terhampar begitu saja, tidak menutup kemungkinan-kan untuk kejahatan itu terjadi? Hehe” Seru Gritte panjang lebar, memberikan penjelasan pada Aliando.
Aliando hanya terhenyak mendengar kata-kata Gritte yang seolah-olah menyudutkan dirinya. Hah, baiklah! Tidak masalah.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar