“Kenapa lo liat-liat gue kaya gitu? Lo ga percaya sama gue?” Tanya Aliando merasa tersudut.
“Eng.. Engga kak. Gue cuma lagi mikir aja, emang ada benernya juga sih apa yang dibilang kak Zidan. Ga baik ninggalin seorang perempuan dan laki-laki dalam satu ruangan tanpa ada orang lain diantara mereka. Gue ga jadi pulang deh kak, kalau terjadi apa-apa sama Prilly-kan gue ada disini, jadi gue tau. Seengganya gue bisa cegah hal-hal yang tidak di inginkan. Biasanyakan, kejahatan itu ga selalu dengan niat kak? Ketika suatu kesempatan terhampar begitu saja, tidak menutup kemungkinan-kan untuk kejahatan itu terjadi? Hehe” Seru Gritte panjang lebar, memberikan penjelasan pada Aliando.
Aliando hanya terhenyak mendengar kata-kata Gritte yang seolah-olah menyudutkan dirinya. Hah, baiklah! Tidak masalah.
******
“Engh”
Cairan peluh telah mengalir begitu derasnya membasahi tubuh Prilly. Bibirnya sedikit mendesah karena menahan rasa sakit disekujur tubuhnya. Beberapa detik kemudian, Prilly membuka matanya, mengarahkan pandangan ke segala sudut ruangan itu yang ia sadari bahwa kini ia telah berada di dalam kamarnya.
“Gritt.. Teee?” Panggil Prilly dengan suara yang terdengar begitu pelan.
Menyadari sebuah pergerakan dari ranjang Prilly yang sisinya telah ditiduri kepalanya, membuat Aliando ikut terbangun.
“Prilly? Lo udah sadar?” Pekik Aliando terlihat begitu bahagianya.
“Lo diapain sama mereka? Siapa mereka Prilly? Apa mereka nyakitin lo?” Lanjut Aliando mencerca Prilly dengan segala pertanyaan seraya terus menggenggam lengan Prilly.
“Gue ga tau siapa mereka, tapi gue takut dia cari gue lagi. Gue takut kalau sampai dia nemuin gue! Hiks.” Masih dalam keadaan yang lemah, Prilly menangis dalam seruan rasa takutnya. Ia tak ingin terperangkap untuk yang kedua kalinya di tangan laki-laki jahat itu.
“Dia?? Dia siapa, Prill? Apa yang udah dia lakuin sama lo?” Tanya Aliando seolah ingin membalaskan semua perbuatan orang itu pada Prilly.
“Prill, lo udah bangun??” Di sela-sela perbincangan antara Prilly dan Aliando, Gritte ikut terbangun dari tidurnya.
“Grittee!!” Prilly lantas memeluk sahabatnya itu dengan tangisan rasa takut.
“Sorry.. Maafin gue, gue ga bisa cegah orang-orang itu untuk bawa lo, Prill? Lo gapapa-kan?? Lo diapain sama mereka? Gue harap mereka ga nyakitin lo, Prill?” Lirih Gritte sambil memeluk Prilly.
Dengan air mata Prilly yang penuh arti ketakutan, Gritte dan Aliando terus berusaha menenangkan Prilly sebisa yang mereka mampu.
****
Waktu telah menunjuk pukul 10 malam, Gritte dan Aliando masih tampak berjaga-jaga diruangan itu. Gritte telah memutuskan untuk menginap dirumah Prilly malam ini, ia tidak tega meninggalkan Prilly dalam keadaan shock berat seperti ini. Selama penantian Gritte dan Aliando tadi, mereka telah banyak bicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penculikan itu. Termasuk mengenai si “DIA” yang belum diketahui siapa yang dimaksud oleh Prilly.
“Udah jam 10, gue pulang ya? Gue titip Prilly sama lo, kalau ada apa-apa, lo langsung hubungin gue aja. Prilly udah save nomor gue, lo bisa cari di kontaknya dia”
“Iya kak, hati-hati ya? Thanks udah ikut jagain Prilly seharian.” Sahut Gritte.
Aliando tersenyum seraya mengangguk. Kemudian lelaki itu kembali memfokuskan perhatiannya pada gadis yang berbaring diatas ranjangnya. Aliando kembali menggenggam lengan Prilly mengecupnya begitu saja tanpa perduli dengan keberadaan Gritte di antara mereka.
“Gue pulang ya, Prill? Lo baik-baik ya? Semoga besok pagi lo bisa lebih tenang, sampai ketemu dikampus. Gue akan tunggu lo disana!” Gumam Aliando tepat ditelinga Prilly.
“Gue balik ya, Grit. Inget pesen gue, kalau ada apa-apa, langsung kabarin gue!” Imbuh Aliando kini beralih pada Gritte.
“Siap kak!” Sahut Gritte. Aliando tersenyum lalu kemudian, ketika Aliando akan melepaskan genggaman lengannya dari lengan Prilly untuk segera bergegas pulang. Tiba-tiba saja, Prilly terlilir dari tidurnya, seolah tak ingin ditinggalkan oleh lelaki itu, Prilly seperti menahan lengan Aliando dengan matanya yang masih terpejam, sontak Aliando merasa tidak tega untuk meninggalkan Prilly. Sementara Gritte, tampak tercengo melihat beberapa kejadian yang mengejutkan untuknya karena tidak terlalu memahami ada apa sebetulnya diantara Prilly dan ketua senat kampusnya.
“Aku takut ayah, ibu.. Kumohon, jangan tinggalkan aku lagi. Hiks.” Lirih Prilly masih dalam keadaan tertidur dengan terus menahan lengan Aliando.
Melihat keadaan Prilly yang menggenggam lengannya begitu erat, Aliandopun memutuskan untuk tidak pulang. Hatinya terasa luluh ketika melihat keadaan Prilly yang memprihatinkan seperti ini.
“Kak, kok diem aja? Kakak jadi pulang-kan?” Tegur Gritte saat melihat Aliando terdiam dalam lamunannya.
“Ah ya, Grit, kayanya gue ga jadi pulang deh? Gue ga mungkin tinggalin Prilly berdua aja sama lo. Lagian, kondisinya Prilly masih belum stabil, gue hawatir kalau malam ini akan ada sesuatu yang terjadi nanti.” Seru Aliando menyahuti Gritte.
“Lo serius kak? Lo capek banget pastinyakan? Prilly biar sama gue aja kak, kasian lo nya. Muka lo keliatan banget capeknya. Daripada nanti lo yang sakit, lebih baikkan lo pulang dulu buat istirahat atau engga ganti baju dulu, gitu?” Saran Gritte.
“Engga apa-apa kok. Gue bisa istirahat disini aja.”
“Yaudah, kalau gitu gue siapin coklat panas dulu ya kak? Dari tadi gue ga liat lo makan, pasti lo laper banget. Nanti kalau gue liat sesuatu yang bisa dimasak, gue akan coba masak buat lo. Sumpah, gue jadi ga enak sama lo-nya kak. Lo udah repot banget dari tadi urusin Prilly.” Cerca Gritte seraya sibuk berjalan sendiri menuju kearah dapur.
Sepeninggalan Gritte ke dapur beberapa detik lalu, Aliando kembali keposisi semula. Terduduk di sisi ranjang Prilly, menggenggam lengan Prilly lagi berharap gadis itu bisa merasa tenang ketika lengannya telah digenggam oleh Aliando.
~
Keesokan Harinya.
Ketika matahari sudah mulai menunjukkan cahayanya dengan menyelusup melalu celah jendela hingga membuat wajah cantik Prilly terpapar. Matanya mulai mengerjap ketika merasakan sinar matahari sanggup menguasai kegelapan dalam pejaman matanya.
Ketika matahari sudah mulai menunjukkan cahayanya dengan menyelusup melalu celah jendela hingga membuat wajah cantik Prilly terpapar. Matanya mulai mengerjap ketika merasakan sinar matahari sanggup menguasai kegelapan dalam pejaman matanya.
Merasakan pergerakan yang ditimbulkan Prilly, lagi-lagi mampu membangunkan Aliando dari tidurnya.
“Prilly, syukurlah kamu udah bangun lagi.” Sambut Aliando masih dengan mata sayupnya.
Prilly sedikit tercengo, apa yang sudah terjadi? Mengapa laki-laki menyebalkan itu sudah ada di kamarnya? Ada apa ini? Batin Prilly bertanya-tanya dengan tatapan menelisik kearah lelaki yang kini ada dihadapannya.
“Apaan sih? Sejak kapan gaya bicara lo berubah aku kamu gitu?” Cetus Prilly yang mulai merasa risih
“Prill, kamu kok gitu? Aku hawatir banget sama keadaan kamu.” Seru Aliando yang ikut bingung akan sikap Prilly.
“Ya tapi, ga segitunya juga kali. Mending lo pulang aja deh! Gue bingung sama lo, selalu aja kaya gini. Gue capek kalau nanti gue harus ngadepin sikap lo yang akan berubah lagi.” Kesah Prilly merasa risih.
“Engga akan Prill. Aku janji ga akan berubah lagi. Kamu tau sendirikan? Aku lakuin semua itu karena aku terlanjur jatuh cinta sama kamu. Apa ada yang sakit? Sini, tunjukin sama aku mana yang sakit, Prill?” Seru Aliando meyakinkan. Lelaki itu menarik lengan Prilly halus untuk digenggamnya. Namun Prilly menarik lengannya lagi seolah tak ingin lelaki itu memegang lengannya.
“Apaan sih? Udah deh. Lo pulang aja. Dehh!! Gue males ngomongin itu semua. Kalau lo jatuh hati sama gue sejak dulu, lo ga akan mungkin tega bikin gue naik darah setiap hari!”
“Aduuhhh, apa sih ribut-ribut? Lo berdua pagi-pagi udah ribut aja. Ada apa sih kak? Prill?” Jerit Gritte menjadi terganggu ketenangan tidurnya.
“Ini nih, lo suruh pulang deh Gritt? Bikin pagi gue bete aja deh!” Oceh Prilly semakin uring-uringan
“Lo kok kaya gitu sih Prill? Kak Ali udah baik tau seharian kemarin?” Kecam Gritte merasa kesal dengan sikap sahabatnya itu.
“Engga mau tau. Pokoknya gue ga mau dia ada disini. Apaan sih?” Keukeh Prilly dengan keegoisannya.
“Gritte, gapapa kok, gue pulang aja. Prilly mungkin ga nyaman dengan keberadaan gue. Gue ga masalah kok, itu hak dia buat usir gue, ini rumahnya dia, dan gue ga berhak untuk terus disini tanpa persetujuannya dia. Sorry ya gue udah ikut bikin lo repot.” Seru Aliando yang kemudian bergegas pergi begitu saja dari kamar itu.
“Prilly! Lo apa-apaan sih? Kok marah-marah gitu sama kak Ali? Kan lo sendiri yang tahan dia untuk ga pergi waktu dia mau pulang?” Cerca Gritte tampak marah pada Prilly.
“Kok lo jadi marah-marah sama gue sih te?? Gue ga pernah merasa tahan dia kok? Segitunya banget sih sama dia? Lo suka sama dia?”
“Bukan masalah suka atau apa, Prill. Please deh! Lo ga taukan? Kalau kemarin itu, dia udah tolongin lo dari para penculik itu? Lo ada disini itu karena dia, lo ga tau jugakan kalau semaleman dia jagain lo? Dia ga bisa tidur semaleman karena lo. Lo ga liat seberapa perhatiannya dia sama lo. Bahkan gue sampai berpikir, kalau lo udah jadian sama dia diem-diem tanpa sepengetahuan gue? Dia tulus banget Prill buat jagain lo.........” Jelas Gritte berusaha menggambarkan apa yang telah dilakukan lelaki itu pada sahabatnya.
Prilly sempat terpaku mendengar semua seruan Gritte. Bahkan ia tak pernah menyangka bahwa ketua senat yang menyebalkan itu bisa melakukan hal-hal seperti itu terhadap dirinya.
“Pokoknya gue ga mau tau. Lo harus temuin dia, dan minta maaf langsung sama dia kalau lo mau persahabatan kita baik-baik aja. Gue pulang!” Seru Gritte yang marah pada Prilly dan langsung memutuskan untuk pulang.
“Grite! Kenapa gitu sih? Ihh..” Rengek Prilly sepeninggalan Gritte dari rumahnya.
****************
Matahari semakin menjulang tinggi.
Area lingkungan kampus sudah mulai ramai, Prilly masih tampak celingukan kesana kemari. Sedari tadi ia terus saja teringat dengan kata-kata Gritte pagi tadi, ia benar-benar tidak ingin persahabatannya itu akan sirna begitu saja karena keegoisan dirinya.
Area lingkungan kampus sudah mulai ramai, Prilly masih tampak celingukan kesana kemari. Sedari tadi ia terus saja teringat dengan kata-kata Gritte pagi tadi, ia benar-benar tidak ingin persahabatannya itu akan sirna begitu saja karena keegoisan dirinya.
“Duh, kemana sih tuh orang? Giliran dicariin aja, ga ada! Heran deh gue, kalau aja bukan karena Gritte, ga akan gue cari-cari dia kaya gini! Ah, atau jangan-jangan dia ada di ruang perkumpulan anggota senat ya? Wah, iya tuh pasti. Kenapa gue ga kepikiran dari tadi sih? Guekan ga akan secapek ini? huufft” Gerutu Prilly yang mulai kelelahan mencari Aliando.
Beberapa menit sudah Prilly berkeliling mencari Aliando, dimulai dari kantin hingga perpustakaan kampus, tetap saja tak ditemukan. Hingga pada akhirnya, pikiran Prilly tertuju pada ruang senat dimana lelaki itu selalu berkepentingan disana. Gadis itupun langsung saja bergegas kesana untuk mempercepat urusannya dengan lelaki itu.
Sementara itu, diruang senat. Aliando tampak sibuk memeriksa data program-program andalan ke-senatannya untuk kampus ini. Ia merasa puas dan bangga karena seluruh program yang dibuatnya berjalan dengan lancar, termasuk akan diadakannya bazar sederhana Universitas Gafin-Ga Yori bulan depan. Sungguh ini adalah pencapaian yang luar biasa baginya sebagai ketua senat di kampus itu.
Di sela-sela keseriusan Aliando pada saat pendataan program-program kerjanya sebagai ketua senat, tiba-tiba saja seorang gadis cantik bewajah imut, datang dengan sebuah senyum hangat seraya membawa beberapa berkas ditangannya. Namanya, Chintya Claryne. Dia adalah sekretaris ke-senatan dibawah pimpinan Aliando, seolah mengetahui akan kedatangan Claryn, Aliando begitu hangat menyambut kedatangan gadis itu.
“Eh, elo Ryn, mana? Berkasnya udah siap? Ada agenda apa aja mengenai ke-senatan kita untuk minggu ini?” Tanya Aliando tersenyum ramah.
“Ini loh, Li. Jadi, lusa itu kita ada program keperdulian sesama, sesuai ketentuan keanggotaan rapat kita di awal masa jabatan kita, gue udah undang keorganisasian Palang Merah Indonesia untuk datang ke kampus kita. Inikan mengenai kemanusiaan, jadi gue yakin pasti mahasiswa disini banyak banget yang akan ikut donorin darah mereka.” Jelas Claryne melaporkan apa yang telah dilakukannya.
“Bagus. Kalau gitu, ada data-datanya ga? Sini coba gue liat.” Sambut Aliando mengakui kesempurnaan yang telah dilakukan sekretarisnya itu.
“Ini berkas-berkasnya udah gue siapin, hehe. Oh iya satu lagi, tanggal 23nya kita ada kunjungan untuk datang ke Yayasan Panti Asuhan Kasih Ibu, Jakarta Utara untuk kunjungan rutin bulanan. Gue sama ine udah siapin 500 nasi bungkus dan soufenir lain untuk mereka.” Seru Claryne kembali menjelaskan.
Setelah meraih berkas-berkas itu dari tangan Claryne, Aliando mengecek ulang berkas-berkas itu dengan senyuman sumringah.
~
Prilly berjalan menuju kearah ruangan keanggotaan senat. Ia berjalan harus melalui jalan yang cukup jauh, karena bentang lapangan yang luas membuatnya harus sedikit berjuang untuk sampai ke ruangan itu. Setelah berjalan jauh untuk sampai keruangan senat, dari jarak yang tak begitu jauh Prilly tampak melihat Aliando bersama dengan seorang gadis cantik tengah berdiri diambang pintu ruang keanggotaan senat. Hatinya seketika memanas, perasaan jengkel itu tiba-tiba saja datang menghinggap dibatin Prilly.
“Ihh, apaan sih tuh orang. Berdua-duaan dikampus? Ketawa-ketawa gitu lagi? Bilangnya suka sama gue? jatuh cinta sama gue? Tapi bahagianya sama cewek lain. Nyebelin banget sih! Ga tau apa dia, kalau gue nyari-nyari dia dari tadi? Giliran ditemuin malah lagi sama cewek! Dasar cowok plin-plan! Nyebelin banget sih?? Ih!” Gerutu Prilly yang tak kuasa menahan kekesalannya. Tubuhnya menabrak ranting dedaunan tumbuhan ketika ia hendak bergegas pergi setelah menghentakan kakinya karena kesal.
Namun, sepertinya Aliando menyadari keberadaan Prilly setelah mrndengar suara hentakkan kaki Prilly dan rintihan dari gadis itu saat menabrak ranting pohon. Akan tetapi, Prilly tak begitu perduli ketika Aliando telah melihat dirinya dan mencoba memanggil namanya. Karena tidak mendapatkan keperdulian berarti dari gadis itu, Aliandopun lantas berlari mengejar Prilly yang telah lebih dulu bergegas dengan segala kekalutan dipikirannya.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar