Sudah setahun sejak Prilly meninggalkan Istana Emerald. Ali masih belum menyerah mencarinya, namun ia masih belum juga menemukan Prilly. Selama setahun ini, banyak yang berubah. Istana Emerald, Ali, dan... Ghina.
Ibu Suri telah mangkat 2 bulan yang lalu. Kerajaan masih di landa duka yang hebat akibat kepergian Ibu Suri, namun Ali berusaha untuk tetap terlihat kuat. Kepergian Ibunya membuatnya semakin merindukan Prilly. Hanya gadis itulah yang bisa mendekapnya dan menenangkannya disaat seperti ini.
Ghina, masih dalam kebohongan yang ia simpan rapat-rapat, telah berhasil menikah dengan Raja Ali. Namun statusnya hanya sebagai istri, ia tidak pernah di angkat menjadi Permaisuri, karena Raja berhak menentukan apakah istrinya akan menjadi Permaisuri ataupun tidak. Selama mereka menikah, Raja Ali tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Ia dicueki oleh Raja, bahkan mereka berpisah kamar. Sejak pernikahan mereka, sebulan setelah Prilly menghilang, Raja bahkan baru beberapa kali bertemu dengan Ghina. Ghina seperti orang asing di istana itu.
Ali benar-benar tidak mengenal Lily dalam diri Ghina. Baginya, gadis itu benar-benar berbeda. Tidak ada rasa rindu atau sayang saat menatap gadis itu. Prilly, ia terus merindukan Prilly.
"Illy, dimana kau? Aku terus merindukanmu." Batin Ali di dalam kamar istana.
Malam begitu sunyi. Ali berbaring memandangi langit-langit kamarnya dan mengingat Prilly. Ia mengingat ciuman pertamanya, hangatnya perasaan itu, dan tersenyum mengingat tingkah Prilly saat itu. Ia terus tersenyum-senyum, saat tiba-tiba kenangan mengenai Prilly saat gadis itu meninggalkannya kembali melintas di benaknya.
Ali menjadi sangat sedih mengingat itu.
HUTAN EMERALD.
Pagi ini begitu cerah di tengah musim gugur. Suara air terjun terdengar indah di iringi kicau burung.
"Prilly, ayo makan, nak." Nenek Judith memanggil Prilly.
Tak lama kemudian muncullah seorang gadis yang sangat cantik, mengenakan pakaian dari kain shiffon berwarna merah muda. Ia adalah Prilly Saphirre Peony, gadis cantik yang terkenal sebagai penenun terbaik di seluruh kerajaan Emerald. Namun ia mengubah namanya menjadi Lily Rose sehingga Raja Alian tidak mengetahuinya. Memangnya apa urusan Raja dengan seorang gadis penenun?
"Iya, Nek. Aku datang." Sahut Prilly ceria sambil duduk di meja makan. "Kakek mana, Nek?" Tanya Prilly bingung melihat Kakek Eric tidak ada di sana.
"Kakek masih mandi di air terjun itu. Kita tunggu sebentar lagi kakek datang." Sahut Nenek Judith sambil menyiapkan makanan.
"Biar Prilly bantu." Ucap Prilly ceria sambil membantu menuang sup jamur yang ada di panci ke dalam mangkuk besar.
Mereka memang hanya bertiga, namun pekerjaan mereka sehari-hari sebagai penenun kain membuat mereka hidup berkecukupan. Tidak kekurangan apapun. Sementara Prilly menerima banyak pesanan dari kerajaan2 disekitarnya karena tenunan dan sulamannya sangat indah. Semua itu adalah hasil didikan Nenek Judith dan Kakek Eric. Kehidupan mereka cukup bahagia. Namun jauh didasar hatinya Prilly masih belum melupakan dendamnya pada Perdana Menteri.
Sore harinya, Prilly pamit hendak mandi di air terjun. Mereka memang mandi di air terjun itu, karena mereka tinggal di tengah hutan.
AIR TERJUN EMERALD. 17.00
Seorang pria berpakaian kerajaan tengah tersesat di tengah-tengah hutan Emerald. Dari pakaian yang ia kenakan, ia tampak seperti... Raja. Tidak ada pengawal di sekelilingnya, ia sendiri. Wajahnya tampan, bulu matanya lentik, dan... Oh tidak. Apa yang Raja Alian lakukan di tempat ini?
"Dimana ini? Sejak tadi aku tidak bertemu pengawalku. Apakah aku tersesat? Sial. Ini sudah hampir malam." Gerutu Raja Alian sambil terus berjalan menyusuri hutan itu. Karena sedang musim gugur, pohon2 terlihat agak renggang.
Raja Alian terpisah dari pengawalnya saat mereka sedang berburu. Entah mengapa hari itu Raja sangat ingin berburu. Maka ditemani sepasukan pengawal, kira2 20 pengawal, Raja memasuki hutan Emerald. Namun saat mengejar seekor rusa yang terluka, Raja Aliand tersesat dan terpisah dari rombongan. Kuda yang di tungganginya mati di tengah jalan akibat sengatan ular berbisa. Maka Raja Aliand terpaksa berjalan sendirian menyusuri hutan itu.
Dari kejauhan di dengarnya suara air terjun.
"Air terjun! Aku sangat haus sejak tadi. Sebaiknya aku kesana." Gumam Raja Aliand sambil mendekati suara air terjun itu.
Benar saja, tak jauh dari tempatnya tadi ada sebuah air terjun yang sangat indah. Suasana musim gugur membuat air terjun itu berwarna keemasan akibat pantulan warna daun di sekitarnya. Di bawah air terjun itu ada sebuah danau yang tak dalam, hanya sepinggang orang dewasa. Tanpa pikir panjang, Raja langsung mendekati danau itu, dan meneguk air sampai rasa hausnya hilang. Ia tak memperhatikan sekelilingnya karena terlalu haus.
Tiba-tiba ia mendengar suara jeritan seorang gadis. Asalnya dari seberang danau, tepat di bawah air terjun.
"Dasar mesum. Pergi, apa yang kau lakukan disini, hah?!" Suara teriakan seorang gadis terdengar sangat mengejutkannya.
Raja Aliand baru saja selesai minum. Astaga, ia baru menyadari seorang gadis tengah mandi di situ.
Wajah gadis itu tidak jelas, karena masih di bawah guyuran air terjun. Dan, ia hanya mengenakan sehelai kain minim yang menutupi dari bagian dada sampai paha. Dan kain itu menjadi transparan karena basah! Gadis itu tak berani keluar dari air terjun itu karena malu akan terlihat oleh orang itu. Padahal tubuhnya sudah sangat kedinginan. Ia mulai menggigil.
Raja Aliand rasanya mengenali suara itu, namun ia menepis anggapannya.
"Tidak, aku pasti bermimpi." Gumamnya dengan wajah sedih.
"Hei, Pria mesum. Cepat pergi." Gadis itu mengusir lagi.
"Ya ya, aku pergi sekarang." Ali mendengus kesal dengan gadis cerewet di depannya itu. Saat hendak beranjak pergi, samar-samar ia melihat gadis di seberang sana terjatuh, kemudian tak terlihat lagi.
"Hei! Apa yang kau lakukan?" Teriak Ali. Tak ada jawaban.
"Jangan katakan kau pingsan. Hei, jawab aku!" Ali kembali berteriak. Hening.
"Yang benar saja!" Ali tak tega, karena gusar ia masuk ke danau dan buru-buru menuju ke arah gadis tadi. Ia menyelam dan menemukan gadis itu pingsan di dasar danau. Cepat-cepat ia menariknya dan menggendongnya keluar, kemudian membaringkannya di tepi danau.
Saat itulah ia menyadari sesuatu.
"Illy?" Ia berseru kaget, gadis dihadapannya ini adalah Illy.! Bahagia sekali rasanya.
Namun ia menyadari sesuatu. Gadis ini pingsan. Tak sadarkan diri.
"Apa boleh buat. Maafkan aku, Illy." Ali agak salah tingkah ketika mengatakan ini. Pelan-pelan ia mendekatkan wajahnya ke wajah Prilly, dan... Napas buatan. Ia melakukan itu 2 kali sampai akhirnya Prilly terbatuk, dan memuntahkan air.
"Illy? Kau sudah sadar?" Ali berseru senang.
Pandangan Prilly masih berkunang-kunang. Samar-samar ia mendengar namanya dipanggil. 'Illy?' sudah lama sekali ia tak mendengar namanya di panggil dengan panggilan illy. Hanya Ali yang memanggilnya demikian. Tapi, apa mungkin Ali ada disini?
Saat pandangannya menjadi jelas, ia menyadari hal itu. Wajah itu, wajah yang ia rindukan, namun tak dapat ia gapai. Ali.
"Ali?" Suara Prilly tersekat di tenggorokan, namun ia memaksa menyebut nama itu. Refleks ia terbangun, dan menyadari kondisi tubuhnya yang hanya tertutup sehelai kain. Ali menyadari itu lalu melepas pakaian luarnya yang panjang dan menutupi tubuh Prilly. Kemudian mendekap gadis yang di cintainya ini.
"Aku merindukanmu, Illy. Sangat merindukanmu."
Prilly menahan tangisnya. Antara senang dan sedih. Aku merindukanmu, Ali. Aku merindukanmu. Ingin sekali ia teriakkan kata-kata itu, namun apa daya ia tak boleh mencintai anak dari orang yang telah membunuh ayah kandungnya.
Prilly melepaskan pelukan itu dengan kasar.
"Maaf Yang Mulia. Anda harus berlaku sopan." Prilly mengalihkan pandangannya.
"Illy, apa maksudmu? Kau tidak melupakanku, bukan?" Ali menjadi kebingungan dengan sikap Illy.
"Anda harus sopan, Yang Mulia. Apakah harus kukatakan sekali lagi agar anda mengerti? Apakah pantas seorang Raja Aliand yang terkenal memeluk seorang gadis sembarangan?" Prilly tetap tak menatap wajah Ali.
"Tapi kau bukan gadis sembarangan. Kau Illy. Aku hanya merindukanmu, Illy. Apakah itu salah?".
"Tentu saja salah. Kau sudah menikah. Jangan dekati aku lagi!" Prilly menekankan ucapannya.
"Dari mana kau tahu?" Ali gugup. Menyesal.
"Tentu saja aku tahu, Yang Mulia Raja Aliad. Aku tidak mati selama ini. Aku tahu!" Prilly menjadi geram. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Apakah cemburu, atau benci.
"Illy, kumohon. Jangan seperti ini..."
"Seperti apa?!" Prilly membalas sengit.
"Kau terlihat membenciku."
"Aku memang membencimu!"
.
"Tapi apa yang sudah aku lakukan?" Ali terlihat sangat sedih, dan nada suaranya bergetar. Gadis yang ia rindukan selama ini, mengaku membencinya.
"Ayahmu... Telah membunuh ayahku! Aku tak akan memaafkanmu! Tidak akan." Prilly akhirnya mengucapkannya. Dengan suara bergetar.
"Apa maksudmu? Ayahku tak mengenal Ayahmu!" Ali sangat terkejut.
"Oh ya? Kau yakin?". Prilly mencibir.
"Tentu saja. Aku tak mengenal ayahmu." Ali berkata pelan.
Cerbung Aliando dan Prilly Terbaru
"Lian. Dengarkan aku." Prilly mulai berbicara. "Ayahku dulu adalah Raja Riz dari kerajaan Ultear. Kematian ayahku adalah karena di bunuh oleh Perdana menteri Khatiri, yaitu ayahmu. Kalian menghilang sejak itu, dan ibuku harus menanggung kepedihan karena sangat merindukan ayah. Aku juga sangat merindukan ayah dan tak henti-hentinya menangis. Ibu mengambil alih kerajaan, dan menganti namanya menjadi Kerajaan Switzell. Kami berusaha melupakan kepedihan ini. Dan saat aku dewasa, kau menyerang kerajaanku, mengambil semuanya dariku. Awalnya aku sudah melupakannya, bahkan aku mencintaimu. Namun aku kembali sakit hati karena kau akan menikah dengan Ghina, sepupuku. Akhirnya aku bertemu Kakek Erik. Ia menceritakan semuanya, tentang kematian ayahku dan siapa pembunuhnya. Aku tak akan memaafkan ayahmu!" Prilly bercerita dengan wajah penuh amarah.
Ali tampak sangat terkejut dengan penuturan Prilly.
"Aku ... Tidak tahu... Maafkan ayah, Illy." Ali menunduk sedih. Air mata mulai menetes lagi di pipinya, sangat shock dengan cerita itu. Ayahnya seorang pembunuh? Itukah alasan mereka pergi diam-diam di malam itu walaupun tengah hujan deras?
"Maaf? Apakah kau pikir maaf saja cukup untuk mengembalikan ayahku?!" Prilly menjerit marah. Ia menangis keras. Ali kembali mendekapnya.
"Lepaskan aku!" Prilly memukul2 dada Ali namun tenaga Ali lebih besar darinya, akhirnya ia menyerah dan menangis terisak-isak di dada pria yang sangat di cintainya ini.
"Aku minta maaf." Bisik Ali pelan. Mereka terus dalam posisi itu sampai akhirnya tangis Prilly berhenti.
Kini mereka duduk di sebatang kayu menghadap kearah danau. Prilly telah selesai mengenakan pakaiannya kembali. Gaun pink cerah dari kain shiffon dan satin. Sangat indah membuatnya sangat cantik. (Waktu Prilly mengenakan pakaiannya, Ali menghadap ke arah lain, jadi tidak lihat)
"Bagaimana perasaanmu? Apakah kau masih membenciku?" Tanya Ali hati-hati melihat Prilly telah duduk di sampingnya. Mereka memandangi danau itu.
"Mungkin pikiranku bisa membencimu. Tapi hatiku tak akan pernah bisa membencimu. Itu karna aku mencintaimu. Dendam itu, hanya membara saat aku sendirian, namun saat bertemu denganmu, semuanya berubah. Aku hanya ingin melihatmu bahagia." Prilly menjawab tanpa menatap Ali. Ali tersenyum mendengar itu. Ia melemparkan sebutir kerikil ke tengah danau, menghasilkan riak kecil lalu menghilang.
"Illy; ada yang ingin kutanyakan." Ali berubah serius.
"Ya?" Sahut Prilly sambil terus menatap danau.
"Ghina sepupumu? Tapi apakah selama ini dia tinggal di Kerajaan Ultear?" Tanya Ali hati-hati.
"Terdengar aneh bukan? Bagaimana jika aku katakan bahwa aku Lily, dan bukannya Ghina?" Prilly kini menatap mata Ali.
"Apa? Bukankah Ghina itu Lily?" Ali kian bingung.
"Aku Lily. Ghina itu sepupuku yang tinggal di Eswald. Apakah kau pernah melihatnya saat kita kecil? Aku satu-satunya Putri Kerajaan Ultear. Ayah dan ibu memanggilku Lily, termasuk semua kerabatku. Kau bahkan tak tahu namaku Prilly."
"Tapi, bukankah dia memiliki kalung itu? Kalung yang kuberikan pada Lily di hari ulang tahunnya."
"Kalung itu hilang dariku beberapa waktu sebelum Switzell diserang. Ghina mengunjungiku saat itu, aku rasa di mencurinya dariku." Jawab Prilly tenang.
"Apa?!" Ali berseru keras. Ghina menipunya! Ia sangat geram dengan gadis itu.
"Sudahlah, Ali. Semuanya sudah terjadi. Semua ini karena aku terlambat mengatakannya padamu." Ucap Prilly lagi.
"Pantas saja aku merasa Ghina sangat berbeda." Gumam Ali pada dirinya sendiri.
"Ali..." Prilly memanggilnya.
"Ya? Ada apa Illy?"
"Umm... Kalian sudah menikah, maksudku... Emm... Apakah kalian sudah... Melakukan 'itu'?" Prilly kikuk saat menanyakan itu.
"Itu?"
"Ya, maksudku... Umm, hubungan... suami istri.." Wajah Prilly memerah.
"Hahahahah" Ali tertawa keras menangkap maksud pertanyaan Prilly.
"Memangnya kenapa kau menanyakan itu?" Ali tak dapat menahan tawanya. Pipi Prilly memerah karena itu.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar