Advertisement

Advertisement

Cerbung Aliando Prilly "Dia Jodohku" Part 2


Selama diperjalanan tidak ada satupun orang yang berniat mengeluarkan suaranya. Keadaan cukup hening, yang ada hanya suara guyuran hujan yang menemani kesunyian mereka berdua. Prilly maupun pria itu sama-sama sibuk dalam pikirannya masing-masing. Prilly sibuk menatap jalanan dari balik kaca jendela nya, sementara pria itu tentu saja masih fokus pada jalanan didepannya.
Namun, tak selang lima menit. Mobil yang ditumpangi Prilly tiba-tiba saja berhenti yang membuat keduanya—Terjengkang kedepan (?). Prilly sedikit meringis karena dengan tak sengaja dahinya terbentur benda didepannya. Sementara pria disampingnya hanya mendengus kesal. Prilly yang merasa bingung langsung berfikir jika mereka berdua berada didalam masalah.
"Kenapa?" Tanya Prilly was-was. Pria itu menatap Prilly dengan wajah menyesal, melihat itu membuat Prilly tak suka dan yakin dengan firasatnya tadi.
"Maaf, sepertinya mobil ku mogok."
"Kau tak berniat menghubungi montir atau—"
"Ponsel ku mati" jawabnya langsung. Seketika wajah Prilly pucat pasi layaknya mayat hidup. Ia kembali menatap pria disampingnya yang juga tengah menatapnya.
"Kita akan menunggu kendaraan melintas, namun jika tidak ada terpaksa kau dan aku—"
"Maksud mu apa?" Gertak Prilly cepat
"Dengan terpaksa kau dan aku harus bermalaman di mobil ini" lanjutnya.
"Hanya kita berdua?" Prilly menunjuk dirinya sendiri setelah itu menunjuk pria disampingnya.
"Kau pikir siapa jika bukan kita berdua?" Prilly menghembuskan nafasnya kesal. Mengapa disaat yang seperti ini, Prilly harus terjebak berdua dengan pria—yang notabennya baru dikenalinya sejak beberapa menit yang lalu— didalam mobil. Bukan apa-apa, ia hanya ingat pesan ibunya agar berhati-hati terhadap seseorang yang baru dikenalinya. Selain karena alasan itu, Prilly juga khawatir dengan keadaan ibunya yang sedang sakit. Mengingat Prilly sudah membelikan beberapa obat untuk ibunya dirumah.
"Tenang saja. Aku tidak akan menyentuhmu" ya, walaupun sejujurnya Prilly percaya bahwa pria disampingnya ini adalah pria baik-baik. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal dihatinya dan Prilly tak tahu itu apa. Semacam 'ketakutan'
"Aku percaya itu" gumam Prilly sambil mengeratkan kedua tangannya pada tubuhnya.
Melihat Prilly yang sepertinya kedinginan, Pria itu bergerak ke arah belakang jok untuk mengambil satu setel jaket berwarna hitam dan mengenakannya pada tubuh Prilly. Prilly sedikit kaget melihat perlakuan pria itu secara tiba-tiba. Namun dengan begitu, ia tetap saja menerima pemberian jaket pria itu. Toh, pria itu hanya menolongnya saja kan?
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Mereka berdua masih terjebak didalam mobil, bahkan hujan diluar pun masih belum juga reda. Sepertinya musim hujan sudah tiba. Prilly sesekali menutup matanya namun dengan cepat ia kembali membuka matanya. Entahlah, hanya itu yang dilakukan Prilly. Sementara Pria itu sudah terlelap.
——oOo——
Suara dentuman musik jazz menggema hingga penjuru ruangan, menemani sepasang insan untuk berdansa ria menggoyangkan seluruh tubuhnya. Gemerlap lampu menghiasi dekorasi setiap ruangan. Tak juga dengan itu, bau-bauan alkohol serta minuman keras lainnya terasa menyengat hingga indra pencium. Semua orang yang berada didalam sana seolah menikmati dengan itu semua. Semuanya terlihat ceria dengan dunia mereka sendiri.
Berbeda dengan Aliando, pria itu seperti mengalami depresi yang sangat berat dalam hidupnya. Kali ini sudah ke lima botol wine yang Aliando habiskan. Bahkan pria itu sudah bergumam tidak jelas dengan yang diucapkannya. Sepertinya Aliando sudah mabuk berat.
"Mau berdansa denganku?" Seorang jalang dengan pakaian yang feminimnya menghampiri Aliando dengan gelagat menggoda. Aliando sekilas melirik perempuan itu. Tidak ada niatan untuk 'bermain' saat ini. Pikirannya pun sedang berantakan.
"Ayolah. Hanya sekali dua kali. Kau pasti akan ketagihan" perempuan itu kembali memaksa Aliando untuk menuruti kemauannya. Aliando yang sudah muak dengan tingkah pecicilan perempuan dihadapannya, spontan mendorongnya hingga terjatuh.
Perempuan itu menjerit keras yang membuat hampir seluruh orang yang tengah menari menatapnya kaget. Perempuan itu bangkit berdiri, tak terima dengan perlakuan kasar yang diberikan Aliando, sesegera mungkin ia memanggil seseorang. Yang sepertinya kekasihnya—mungkin.
Aliando masih cuek ketika seorang pria berotot dengan tubuh yang kekar berdiri dihadapan Aliando. Tanpa ba bi bu, pria itu menarik kerah kemeja Aliando dengan sadis. Aliando hanya meringis kesakitan ketika menerima setiap pukulan yang menghadang rahang dan wajahnya. Nyawanya masih belum terkumpul, dan sangat mustahil jika Aliando melawannya. Ia hanya pasrah jika dirinya benar-benar mati karena pukulan itu. Dan itu yang Aliando inginkan.
"Dasar bajingan!"
Entah siapa, namun Aliando merasa bahwa dirinya didorong keluar dari tempat club itu. Tubuhnya terhempas pada aspal jalanan. Dengan sekuat tenanga Aliando berusaha bangkit berdiri walaupun ia merasakan nyeri dibagian wajah serta tangannya. Aliando tak tahu harus pergi kemana, kakinya lah yang menentukan dirinya akan kemana. Dengan sempoyongan Aliando berhenti tepat disebuah toko yang cukup besar. Detik itu juga badannya terasa limbun jatuh, dan yang Aliando rasakan saat itu hanya gelap.
——oOo——
"Astaga! Aku telat!" Prilly maupun pria itu sama-sama tergelonjak dengan suara Prilly. Prilly melirik sekilas jam arloji yang melingkar dipergelangan tangannya. Kemudian pandangannya beralih pada sosok pria disampingnya—yang tengah memasang wajah bingungnya.
"Kenapa kau tidak membangunkanku?"
"Kau tertidur sangat pulas, bahkan aku sampai tak tega membangunkan mu" sahut pria itu. Prilly mendecak, ia segera memakai high heels nya dan segera keluar. Namun sebelum itu ia sempat berkata, "Baiklah, ini bukan salah mu. Terimakasih atas tumpangannya."
Pintu mobil tertutup dengan rapat, sadar bahwa Prilly sudah keluar dari mobilnya. Pria itu segera menyusul Prilly keluar, walaupun jaraknya dengan gadis itu terpantau jauh. "Namaku Karel" pria itu setengah berteriak. Mendengar teriakan seseorang dari belakang, Prilly menolehkan kepalanya dan mengangguk tersenyum ketika mendapati Pria itu juga melemparkan senyum ke arahnya.
——oOo——
Prilly berjalan dengan tergesa-gesa, bahkan hampir saja kakinya tersandung bebatuan kecil didepannya. Tatapannya kembali pada jam arloji ditangannya. Syukurlah, masih ada waktu untuk tidak terlambat. Langkahan kaki Prilly berhenti tepat di salah satu kafe—tempat kerjanya, bertuliskan 'Coffe Bean'. Tangannya merogoh kedalam tas selempangnya. Dan kini sebuah kunci sudah berada didalam genggaman tangannya.
Prilly langsung berhambur kedalam kafe setelah dirinya berhasil memasukan kunci kedalam pintu (?). Dan beberapa menit kemudian, Prilly sudah berganti pakaian dengan kemeja putih disertai rok span, tak lupa celemek hitam yang menandai bahwa dirinya adalah pekerja pelayan di kafe ini. Prilly menghembuskan nafasnya ketika melihat keadaan kafe yang cukup 'berantakan'. Sepertinya ia harus membereskannya terlebih dahulu, sebelum para pekerja lainnya datang.
"Ah, ini sangat melelahkan" Prilly menepis keringat yang membasahi wajahnya. Sebuah senyum terukir setelah merasa bahwa keadaan kafe sudah mulai rapi dari sebelumnya.
Prilly mulai melangkahkan kakinya dengan membawa setumpuk plastik hitam. Langkah terakhir yang harus Prilly lakukan adalah membuang sampah. Tangannya menyentuh daun pintu belakang kafe dan membukanya. Akan tetapi langkahnya langsung mundur, bahkan jantungnya hampir saja keluar dari sarang nya setelah melihat sebagian kaki jenjang seseorang dari balik tembok.
Sejenak Prilly meletakan plastik hitam itu dan berniat untuk mencari tahu siapa seseorang itu. Walaupun bulu kuduknya terus meremang, mengingat jika seseorang itu adalah mayat atau zombie. Ah~sepertinya pikiran Prilly sudah kemana-mana.
"Astaga!" Pekik Prilly yang langsung menghampiri seseorang itu yang ternyata adalah seorang pria. Prilly sedikit meringis ketika mendapati wajah memar serta cairan darah dari pergelangan tangan pria itu.
"Ahh~" Prilly mengibaskan tangannya ketika bau alkohol menusuk hidungnya. Tidak salah lagi, pria ini mabuk berat dan pingsan dibelakang kafe nya.
Dengan cepat Prilly membopong tubuh pria itu, walaupun tubuh pria itu sedikit berat darinya. Setelah berada didalam, Prilly meletakan pria itu pada salah satu sofa yang berada disudut ruangan. Kakinya kembali bergerak untuk mengambil air hangat serta lap bersih. Tak selang beberapa menit Prilly kembali dan langsung mengobati luka memar diwajah pria itu.
Saat Prilly sedang fokus mengobati memar diwajah pria itu, tiba-tiba saja Pria itu membuka kedua kelopak matanya dan segera berjingkat setelah melihat jarak Prilly terlalu dekat dengannya. Begitu pun dengan Prilly, Prilly menatap aneh dengan tangannya yang masih terangkat
"Ka-kau ingin memperkosa ku, hah?! Aku akan memanggil polisi dan memenjarakan mu selamanya! Akkhh—" Pria itu langsung berdiri dan meringis memegang bawah bibirnya.
Prilly menatap tajam pria didepannya. Hey, pria ini memang tidak waras! Bagaimana mungkin wanita seperti dirinya ingin memperkosa pria lain? Niatnya kan hanya ingin menolong, dan pria ini malah menuduhnya—ah sudah lupakan!
"Ya! Mana mungkin ak—" ucapan Prilly terhenti karena Pria itu tiba-tiba menyerbotnya.
"Sudahlah! Kau jangan mengelak. Sudah jelas kau ingin memperkosa ku. Lebih baik aku memanggil polisi sekarang juga" Tangan pria itu meraba-raba saku celananya. Namun barang yang dicarinya tidak ada. Pandangannya kembali menatap Prilly dengan keji.
"Bahkan kau mencuri ponsel ku. Sepertinya kau sudah merencanakan ini dari awal" Prilly mengernyitkan keningnya, tak mengerti dengan ucapan pria didepannya.
"Aku tau aku tampan, tapi tolong lepaskan aku kali ini saja"
Prilly membuang mukanya asal. Mulutnya sedikit terbuka, tak percaya dengan apa yang diucapkan pria didepannya. "Dugaan ku benar, kau ingin memperkosaku kan?"
"Ak—"
"Lihatlah kau bahkan tak bisa menjelaskannya padaku"
"Ya! Kau selalu memotong ucapanku! Bagaiman mungkin aku bisa menjelaskannya padamu?!" Gertak Prilly dengan suara yang meninggi, bahkan membuat pria didepannya diam membisu.
"Kau lihat ini?!" Prilly menunjukan semangkuk air beserta lap kepada pria itu. Pria itu mengangguk dengan bodohnya.
"Aku hanya ingin mengobati lukamu saja. Jadi kau jangan menuduhku ingin memperkosamu!"
Pria itu langsung tersenyum kikuk, tangannya menggaruk pelan tengkuknya yang sama sekali tak terasa gatal. Terlihat rona malu dari wajah pria itu. Prilly mendesis sebal dan langsung duduk disofa yang sempat ditempati oleh pria itu.
"Kemarilah, aku akan mengobati luka memar mu." Suruh Prilly. Pria itu menurut saja dan duduk disamping Prilly.
"Apa benar kau tidak akan memperkosa ku?" Mendengar itu Prilly sedikit menekankan luka memar pria itu. Pria itu meringis karena tindakan Prilly.
"Sekali lagi kau bertanya seperti itu, aku akan menendangmu keluar"
Setelah itu, tak ada yang mengeluarkan suaranya. Prilly sibuk mengobati luka memar pria itu dengan telaten. Sedangkan pria itu hanya menatap wajah Prilly, bahkan ada sesuatu yang bergejolak didalam sana ketika melihat wajah tenang dan damai Prilly.
"Selesai" lamunannya langsung terbuyar ketika merasakan bahwa Prilly sudah tak berada disampingnya lagi. Gadis itu sudah berdiri didepannya sembari menyilangkan tangannya didepan dada.
"Terimakasih" Prilly menganggukan kepalanya disaat keduanya bersamaan sudah berada didepan kafe.
"Sepertinya luka ditangan mu cukup serius. Sebaiknya kau pergi ke dokter" Ucap Prilly dengan pandangan mengarah ke pergelangan tangan pria itu yang sudah diperbannya tadi.
"Ba—"
"Aliando!!" Teriakan dari arah sebrang membuat Prilly maupun pria itu sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang pria dengan balutan kemeja rapi nya berlari mendekat ke arah mereka berdua.
'Puk'
Pria berkemeja itu menepuk pelan bahu pria bernama Aliando itu. Tentu saja Aliando meliri sekilas ke arah rekan kerja nya sembari mendecak kesal.
"Kau tahu, sudah berjam-jam aku mencarimu" ucap Pria itu dengan nafas tak beraturan.
"Apa kau lupa, bahwa siang ini kau memiliki pertemuan penting dengan clien lama mu" ucapnya mengingatkan Aliando. Aliando menatap jam arlojinya, lantas ia menatap pria didepannya.
"Bahkan masih ada waktu tiga jam lagi, dan kau sudah berniat mencariku?"
"Aku khawatir jik—"
"Tunggu. Ada apa dengan wajahmu?" Dengan cepat Pria itu langsung memegang luka memar diwajah Aliando sehingga membuat ringisan kecil keluar dari bibir Aliando.
"Dan siapa dia?" Pria itu menunjuk ke arah Prilly yang masih berdiri mematung menyaksikan perbincangan kedua pria didepannya.
"Oh my, apa dia kekasih baru mu? Ternyata kau sudah melupakan Salsha. Ku kira kau cinta mati dengan Salsha"
"Iqbaal!" Sentak Aliando keras.
"Sudahlah. Lebih baik kita pergi dari sini, sebelum kau mengucapkan sesuatu yang lebih aneh" Aliando langsung berjalan duluan meninggalkan pria bernama Iqbaal dan Prilly.
Iqbaal hanya tertawa renyah ketika menyadari bahwa dirinya bersama gadis didepannya. Kakinya melangkah mendekat ke arah Prilly dan sedikit mencondongkan badannya. "Kekasih mu memang bersifat seperti itu. Kau harus membiasakan diri"
Prilly menaikan sebelah alisnya setelah menatap punggung pria itu yang mulai menjauh. Sepertinya hari ini adalah hari sial untuknya. Bertemu dengan dua pria aneh sekaligus. Tidak ingin memikirkan itu, Prilly kembali masuk kedalam kafe nya untuk kembali bekerja.
Bersambung

Tag: ,

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Advertisement

search
Kontak · Privasi · Tentang
© 2015 Cerbung Romantis. Template oleh Naskah Drama. ke Atas